BEDA
Berteman dengan seseorang selama 6 tahun tidak menjamin kita mengetahui seluk beluk tentangnya, karakter aslinya, apa yang ia sukai dan pandangan hidupnya. Sewaktu - waktu, itu semua bisa berubah tanpa kita sadari, karena pada dasarnya manusia sifatnya dinamis yang terus menerus berevolusi sepanjang hidupnya.
Sering terlibat dalam satu organisasi, satu project dan peran yang mengharuskan kita untuk berkomunikasi, bertemu bahkan bekerja sama, tak jarang sering terjadi gesekan, perdebatan, amarah pada masing - masing pribadi, menyimpan kecewa, sedih dan lain sebagainya.
Mungkin baginya, saya adalah rekan kerja biasa, adanya perdebatan dan gesekan, mungkin baginya wajar karena manusia pada dasarnya memang beda adakalanya
Tapi bagi saya, perbedaan yang terus menerus muncul dan mengusik selalu berhasil membuat kecewa dan lelah hati pada dia. Ya, saya terlalu melibatkan perasaan. Seolah - olah itu adalah masalah besar. Padahal, apanya yang perlu dianggap rumit?
Saya yang punya impian jangka panjang terlalu muluk.
Berusaha mencocokkan dan mencari celah adanya kemungkinan kita bisa bersatu.
Membangun harapan belaka yang dibangun oleh imaji diri sendiri, membayangkan segala sesuatunya berjalan bahagia sesuai kehendak, berpikir dia sudah pasti yang terbaik.
Sayangnya, dia mungkin tak pernah terpikirkan ke arah sana.
Baginya perbedaan dan gesekan yang terjadi bukanlah hal yang besar sedangkan saya semakin bertanya dan ragu,
"Apakah benar ia orangnya? Mengapa semua terasa sulit?"
Ia seakan memberi pertanda dengan menulis status singkat di media sosialnya agar tak ragu dan meyakinkan diri pada sesuatu
Saya merasa duberi harapan. Bukannya jawaban yang menyejukkan hati yang diterima, justru kata - kata pedas yang membuat saya menyimpulkan, mungkin saya harus sadar diri. Saya bukan siapa - siapa
Beberapa hari setelahnya, saya dengan mudah dan ikhlas melepaskan dirinya dan menyerahkan semuanya pada Allah swt. Hati saya tidak lagi terasa sesak saat pesan saya tidak dibalas bahkan berujung dibaca saja, tak lagi marah saat ia bersikap dingin pada saya, itu haknya, saya bukan siapa - siapanya, bahkan jika ia berinteraksi dengan lawan jenis walaupun terasa mengganggu namun akhir - akhir ini saya tak merasa berat hati.
Saya harus melepasnya selapangnya, membiarkan ia terbang tinggi mencari arah yang mau diraih, tanpa perlu takut siapa yang akan dijadikannya sebagai rumah untuk kembali.
Menyayangi diri saya sendiri sangatlah penting, saya tak akan mau berubah hanya demi menyenangkan orang lain ,menyesuaikan standarnya dengan diri saya, menyimpan kekesalan dan kecewa berlarut - larut, terus - terusan bersedih dan meragu sementara berharap ia mengubah dirinya sendiri. Sungguh sangat egois.
Saya akan tetap membiarkan dirinya menjadi dirinya sendiri, tetap memantaunya dan berteman selama ia bertumbuh dan berkembang menjadi manusia seutuhnya, tanpa memaksa dirinya untuk berubah dan saya pun tak akan memaksa diri untuk mengikuti standarnya.
Saya yakin, masing - masing dari kita akan diberikan pasangan yang terbaik. tanpa harus membuat kita bertanya - tanya apakah saya pantas dan sanggup menghadapinya seumur hidup?
Komentar
Posting Komentar